re-post by : Herry A Situmorang
TEHNIK PENGADAAN BAHAN TANAM KARET
Aidi Daslin dan Nurhawaty Siagian
Balai Penelitian Sungei Putih
Pusat Penelitian Karet
Tanaman
karet diperbanyak dengan cara okulasi. Penggunaan bibit semaian sebagai bahan
tanam di lapangan tidak dianjurkan karena produksi rendah, keragaman tinggi dan
masa tanaman belum menghasilkan lebih lama. Didalam teknik okulasi, mata
okulasi yang diperoleh dari kebun kayu okulasi ditempelkan ke tanaman sejenis
yang dipelihara di pembibitan batang bawah. Untuk mendapatkan bahan tanam karet
yang bermutu baik, pembangunan dan pemeliharaan bibit batang bawah dan kebun
kayu okulasi harus mengikuti norma dan anjuran. Sebelum dilakukan
pengokulasian, bibit batang bawah dibangun dan dipelihara dengan baik di lahan
pembibitan. Batang bawah diperbanyak
dengan menggunakan benih yang berasal dari klon-klon anjuran.
Benih
untuk batang bawah.
Biji dari klon anjuran AVROS 2037, GT 1,
RRIC 100 dan PB 260.
Biji dipungut dari kebun produksi yang
sudah berumur minimal 10 tahun
Daya kecambah/kesegaran minimal 70%.
Warna biji karet
mengkilat, tidak cacat dan bernas.
Syarat lokasi bedengan perkecambahan
Topografi rata.
Dekat dengan jalan, sumber air dan
pembibitan batang bawah serta mudah dilalui.
Memiliki naungan (buatan ataupun
alamiah).
Pembangunan bedengan
perkecambahan.
Bedengan dibuat dengan lebar 1,2 m dan
panjang sesuai kebutuhan (Gambar.1a)
Kotak bedengan dibuat dari papan yang
diisi pasir (20 mesh) setebal 15 cm (Gambar 1b dan Gambar 1c).
Letak bedengan membujur Utara-Selatan
dan jarak antar bedengan 1,5 m.
Pada tempat
terbuka, bedengan diberi atap buatan dari daun lalang, menghadap ke Timur
(depan) dengan tinggi 1,5 m dan belakang 1 m (Gambar. 1d)
Setiap meter bedengan dapat
dikecambahkan 1000 butir.
Pendederan benih.
Benih ditanam dalam media pasir
Dua pertiga bagian perut biji terbenam dan sepertiga bagian
punggung biji tetap muncul di permukaan.
Biji ditanam secara berbaris, jarak antar baris 1 cm dan dalam
baris 0,5 cm (pakai mal).
Pintu lembaga menghadap ke satu arah dan selanjutnya ditutup
dengan alang-alang.
Penyiraman dilakukan pagi dan sore hari
menggunakan gembor.
Syarat kecambah yang dipindah ke pembibitan.
Kecambah dalam stadia pancing atau jarum (Gambar. 2).
Kecambah berumur kurang dari 22 hari
dari sejak semai.
Benih yang berkecambah setelah hari
ke-21 dari sejak semai tidak dipakai.
Kecambah tidak terserang penyakit (Jamur
Akar Putih)dan penyakit lainnya.
Syarat areal
yang memenuhi untuk pembibitan batang bawah
Areal rata dan dekat dengan sumber air yang cukup.
Dekat dengan kantor dan jalan besar
untuk memudahkan pengamatan.
Tanah berstruktur dan tekstur yang baik
dan cukup gembur.
Bebas dari serangan hewan.
Penyiapan lahan pembibitan.
Satu sampai dua bulan sebelum pendederan benih, persiapan lahan
untuk pembibitan harus sudah dimulai.
Penyiapan lahan dilakukan secara intensif dengan menggunakan
alat-alat mekanik.
Pohon ditumbang dan dibongkar secara
bersih.
Pengolahan tanah 2 kali ripping, 2 kali
meluku dan satu kali menggaru.
Ripping I dan II menggunakan traktor
rantai D-6 (yang sejenis), kedalaman pengolahan 50 cm.
Ripping II dilakukan menyilang tegak lurus dari ripping I.
Luku I dan II pakai traktor ban dengan
kedalaman pengolahan 30 cm.
Setiap selang pengolahan waktunya adalah
2-3 minggu.
Menggaru pakai traktor ban.
Pada setiap selang pengolahan dilakukan ayap akar.
Kayu-kayu/akar ditumpuk di luar areal pembibitan.
Setelah luku II ditebar belerang 250
kg/ha (untuk mencegah JAP) dan pupuk dasar pospat alam 750 kg/ha.
Pembuatan bedengan pembibitan dan pemancangan.
Tujuan pembuatan
bedengan adalah untuk mempermudah pengawasan, transportasi bahan dan alat,
pelaksanaan pekerjaan dan untuk menghindari tercampurnya klon saat okulasi.
Panjang bedengan 48 m, lebar 2,5 m, menghadap Utara-Selatan. Jarak antar bedengan 70 cm.
Pada tiap
bedengan ada sebanyak 8 baris bibit dengan jarak tanam (25 cm x 25 cm) x 50 cm
(double row).
Jumlah titik
tanam tiap bedengan 1636 titik.
Ditengah-tengah
areal bibitan (jika luasnya 1ha) dibuat jalan selebar 4 m yang menghadap
Timur-Barat dan Utara- Selatan.
Setiap hektar
ada 60 bedengan, sehingga jumlah titik tanam adalah 92.160 per hektar.
Lahan bibitan
selesai di pancang (Gambar 3a).
Penanaman
kecambah, penyiraman dan penyisipan.
Setiap titik tanam, ditanam satu kecambah
dengan cara menugal sedalam 5 cm. Diusahakan akar tidak putus.
Kecambah diangkut ke lapangan di dalam
ember berisi air.
Penanaman dilakukan pagi hari s/d jam 10.30 wib atau sore setelah
jam 15.30 wib.
Penyiraman dilakukan pagi dan sore hari (terutama jika tidak turun
hujan) pada bulan pertama sejak tanam.
Penyisipan sesegera mungkin, dan
dihentikan setelah bibit berumur 2 minggu.
Penyiangan pembibitan.
Penyiangan pakai garuk,
rotasi 2-3 minggu, tergantung pada keadaan pertumbuhan gulma.
Penyiangan pakai herbisida tidak
dibenarkan terutama pada bibit berumur muda.
Pemupukan pembibitan
Anjuran pemupukan tanaman di pembibitan batang bawah adalah
sebagai berikut :
No.
|
Umur
(bulan)
|
Dosis (gr/pohon)
|
|||
Urea
(46%N)
|
TSP
(46% P2O5)
|
KCl
(60%K2O)
|
Kieserit
(27% MgO)
|
||
1
2
3
4
|
1
3
5
7
|
1,63
3,26
4,89
4,89
|
1,67
3,33
5,00
5,00
|
0,54
1,10
1,60
1,60
|
0,74
1,48
2,22
2,22
|
Keterangan
: Bila pembibitan dipelihara pada umur
yang
lebih lanjut, pemupukan pakai dosis no.4 setiap dua bulan.
Jika menggunakan pupuk majemuk N-P-K-Mg
(15-15-6-4), dosis yang dipakai adalah 5; 10; 15 dan 15 g/pohon untuk umur
masing-masing 1; 3; 5 dan 7 bulan .
Pada pemupukan pertama, pupuk diberikan
secara melingkar disekeliling pohon dan jangan sampai terkena pohon. Pada
pemupukan selanjutnya, pupuk ditebar diantara barisan pohon (Gambar 4).
Pengendalian
Penyakit di pembibitan.
Penyakit yang sering menyerang bibit karet yaitu: Colletotrichum
gloeosporioides, Oidium heveae dan Corynespora cassicola.
Serangan penyakit gugur daun Colletotrichum dimulai pada
saat terjadi pembentukan daun muda setelah musim meranggas. Daun yang sangat
muda bila terserang penyakit akan melinting dan berubah warna menjadi hitam,
kemudian gugur daun dan ujung tunas gundul. Bercak yang terjadi pada ujung daun
atau tepi daun akan menyebabkan cacat daun (Gambar 5a,b,c). Pengendalian
penyakit dilakukan dengan menggunakan Dithane M-45 konsentrasi 0,3% atau 0,2 %
Daconil 75WP. Penyemprotan dilakukan pada saat pertumbuhan daun muda, sebanyak
3-4 rotasi dengan interval waktu 5 hari. Diperlukan 1,5 kg dithane M-45 atau 1
kg Daconil 75 WP per hektar per rotasi.
Serangan Oidium
yang terjadi pada saat pertumbuhan daun muda dapat menyebabkan daun gugur
kembali. Pertumbuhan daun
muda yang bertepatan dengan musim kering panjang akan mengalami serangan Oidium
yang berat. Serangan Oidium akan berulang selama terjadi pembentukan
daun muda dan akan hilang dengan turunnya hujan. Pada daun yang terserang
bercak-bercak putih kekuningan, disertai dengan benang-benang jamur.
Pemberantasan Oidium dengan cara pendebuan menggunakan serbuk belerang
murni. Pendebuan dilakukan pada awal pembentukan daun-daun baru, sebanyak 3-6
rotasi dengan interval 5-7 hari, menggunakan alat pendebu portable dosis 4-6 kg
belerang/ha/rotasi.
Gejala penyakit gugur daun Corynespora
pada daun yang lebih tua adalah adanya jamur membentuk bercak coklat tua sampai
hitam. Urat-urat daun tampak lebih gelap daripada sekelilingnya sehingga
bercak-bercak tersebut tampak menyirip seperti ikan (Gambar 5g). Penyakit ini
diberantas dengan cara penyemprotan 0,2% Dithane M-45 (1,6 kg/ha/rotasi) atau
0,1% Calixin 750 EC (1 – 1,5 kg/ha/rotasi).
Pengokulasian
Berdasarkan umur dan jenis mata okulasi yang dipakai, okulasi dibedakan
menjadi 3 bagian yaitu okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat. Perbedaan ketiga jenis okulasi tersebut adalah sebagai berikut :
Teknik
Okulasi
|
Umur batang
Bawah
(bulan)
|
Umur, ukuran dan warna entres.
|
Jenis mata okulasi
|
Okulasi Dini
Okulasi Hijau
Okulasi Coklat
|
2 – 3
4 – 6
7 - 12
|
7-8
minggu, garis tengah 0,5 cm, hijau muda.
5-6 bulan, garis tengah 1–1,5 cm, hijau
8 – 12 bulan, garis tengah 2,1 cm,
coklat.
|
Mata sisik atau mata daun yang telah
dirempel tangkainya 3 minggu sebelum pakai.
Mata daun.
Mata daun
|
Okulasi Dini.
Biasanya pada okulasi dini, batang bawah dipelihara didalam
polibeg.
Ukuran polibeg dalam keadaan terlipat 15 cm x 37 cm.
Polibeg dilobangi sebelum diisi tanah.
Polibeg diisi tanah bagian atas (top soil).
Sebanyak 50 g Rock phosphat per polibeg dicampur dengan tanah
sebelum diisi.
Lokasi bibitan dekat dengan sumber air
yang cukup, datar dan dekat dengan jalan/kantor.
Polibeg disusun dengan terlebih dahulu
membuat parit lobang sedalam 15 cm. Di parit/lobang ini, polibeg disusun double
row. Jarak antara dua double row berurutan adalah 60 cm.
Satu kecambah yang telah disemaikan
sebelumnya (stadia pancing atau jarum) ditanam pada setiap polibeg.
Penyiraman dilakukan setiap hari
terutama jika tidak turun hujan.
Pemupukan menggunakan pupuk majemuk N-P-K-Mg
15-15-6-4 dengan dosis 7,5 g; 10 g dan 15 g/phn pada umur masing-masing 1, 2
dan 3 bulan.
Pengendalian penyakit daun sama dengan
pengendalian penyakit daun di pembibitan lapangan.
Pada saat pengokulasian, mata entres
yang digunakan adalah mata sisik yang diambil dari entres muda (berumur 7-8
minggu). Mata daun dapat dipakai, tetapi 3 minggu sebelum dipakai, tangkai daun
dirempel dulu.
Umur batang bawah pada saat okulasi 2 –
3 bulan ditandai dengan 2 payung daun hijau.
Pisau okulasi yang dipakai ialah pisau
okulasi yang ukurannya lebih kecil dari pisau okulasi yang lazim digunakan
untuk okulasi hijau/coklat.
Pada batang
bawah yang dilap terlebih dahulu, dibuat jendela okulasi selebar 0,3 s/d 0,4
bagian keliling batang atau kira-kira 4 mm. Panjang
jendela 4 cm.
Entres dipotong dibawah kumpulan mata
sisik. Entres diambil dari kebun entres yang dipersiapkan terlebih dahulu.
Mata entres dipilih yang tidak cacat,
lalu dibuat torehan dengan lebar yang sesuai dengan jendela yang telah dibuka.
Pada saat penempelan perisai, jendela
dibuka dari atas sepanjang 4 cm dipotong bagian bawah. Disisakan untuk parit perisai. Perisai ditempatkan
pada jendela yang telah dibuka. Pembalutan dengan pita plastik dimulai dari bawah ke atas secara ketat.
Pembalut dibuka 21 hari setelah
pengokulasian. Jika perisai tetap hijau, berarti okulasi berhasil. Pemeriksaan
diulangi satu minggu kemudian untuk mengetahui hasil okulasi yang pasti.
Tujuh hari setelah pemeriksaan terakhir
okulasi jadi, bibit dipotong pada ruas pertama.
Untuk mempercepat tumbuhnya mata
okulasi, wiwil terhadap tunas liar yang tumbuh dari batang bawah segera
dilakukan, dengan rotasi setiap minggu.
Mata okulasi
yang tumbuh dipelihara terus di polibeg sampai stadia 1 – 2 payung daun. Tanaman ini siap dipindah ke lapangan sebagai bahan tanam.
Bibit yang okulasinya tidak jadi disusun lagi dan dapat diokulasi
hijau pada umur selanjutnya.
Okulasi hijau/coklat.
Dalam
pelaksanaan okulasi terdapat enam tahap utama yaitu : kesiapan batang bawah, pembuatan
jendela okulasi, penyiapan perisai mata okulasi, penempelan perisai okulasi,
pembalutan dan pemeriksaan hasil okulasi. Pada umumnya, untuk okulasi hijau dan
coklat, batang bawah dipersiapkan melalui pembibitan lapangan. Tahapan okulasi
untuk okulasi hijau dan okulasi coklat adalah sama , yang berbeda hanyalah umur
batang bawah dan entres yang digunakan.
Kriteria
matang okulasi batang bawah
Untuk okulasi coklat, batang bawah siap diokulasi bila lilit
batang sudah mencapai 5 – 7 cm, diukur pada ketinggian 5 cm dari permukaan
tanah. Tunas ujung dalam keadaan tidur/dorman atau pada stadia daun tua.
Untuk okulasi hijau, batang bawah siap diokulasi bila lilit batang
sudah mencapai 3 – 4,5 cm, diukur pada ketinggian 5 cm dari permukaan tanah.
Pembuatan jendela
okulasi.
Batang bawah dibersihkan dari
kotoran/tanah dengan menggunakan kain bersih(Gambar 6a)
Batang bawah yang sudah bersih diiris
vertikal 5-7 cm dari permukaan tanah, lebar 1/3 dari lilit batang .
Dibuat potongan melintang diatas irisan
vertikal dan dibukakan sedikit ujungnya (Gambar 6b).
Pembuatan perisai mata okulasi
Mata tunas yang akan diokulasi diambil dari entres klon
unggul(Gambar 6e dan 6f) Klon unggul anjuran antara lain adalah PB 260, RRIC
100, PB 330, BPM 109,IRR39 dll.
Mata tunas diambil dengan pembuatan
perisai mata okulasi.
Mata tunas yang diambil adalah mata yang
berada di bekas ketiak daun (mata daun).
Perisai mata okulasi dibuat dengan
mengiris kayu entres, ukuran lebar 1 cm dan panjang 5-7 cm (Gambar 6c). Setelah
diiris, pada bagian dalam kulit ada titik putih yang menonjol, berarti mata
ikut terambil.
Penempelan perisai
mata okulasi.
Setelah perisai mata okulasi diambil, segera jendela okulasi
dibuka dan perisai mata okulasi dimasukkan kedalam jendela.
Jendela okulasi ditekan perlahan dan
bagian ujung perisai yang dipegang dipotong dan dibuang. Diusahakan agar
perisai mata okulasi tidak bergerak-gerak agar mata okulasi tidak rusak.
Jendela okulasi kemudian ditutup dan
siap untuk dibalut.
Pembalutan perisai
mata okulasi.
Bahan untuk pembalut adalah pita plastik transparan.
Pembalutan dimulai dari bawah dan
disimpulkan diatas. Balutan sedemikian rupa sehingga kuat dan terhindar dari
masuk air hujan (Gambar 6d)
Pemeriksaan hasil
okulasi.
Buka perban dilakukan setelah 3 minggu
pengokulasian.
Jendela okulasi dibuka dengan cara
memotong lidah jendela okulasi.
Keberhasilan okulasi dapat diketahui
dengan cara membuat cukilan pada perisai mata okulasi diluar matanya. Jika
cukilan itu masih berwarna hijau dan bergetah, maka okulasi dinyatakan
berhasil.
Pemeriksaan hidup defenitif dilakukan
satu minggu kemudian.
Pencabutan bibit
Bibit
yang telah berhasil okulasinya, kemudian dicabut, akar lateral dipotong
sehingga panjangnya 5-10 cm, akar tunggang dipotong hingga panjangnya 35 cm dan
batang diserong 5 – 10 cm diatas pertautan okulasi. Bibit seperti itu disebut bibit stum okulasi mata
tidur (SOMT).
Pencabutan bibit dapat dilakukan dengan
menggunakan cangkul atau dengan menggunakan alat dongkrak stum.
Jika menggunakan cangkul, satu sampai
dua minggu sebelum bibit dicabut, bibit dipotong miring pada ketinggian 5 – 7
cm diatas pertautan okulasi. Bekas potongan diolesi dengan TB 192 atau parafin.
Pada jarak 10 cm disisi pokok dibuat lobang pakai cangkul. Sisi lobang ke arah
akar hampir menyentuh akar tunggang pada kedalaman 50-60 cm. Kemudian stum
dengan akar terpotong dicabut. Dengan menggunakan cangkul dapat dicabut 100-125
pokok bibit per hari kerja.
Jika menggunakan alat dongkrak stum, 2
s/d 3 minggu sebelum bibit dicabut, bibit dipotong pada ketinggian 50-75 cm
diatas pertautan okulasi. Bagian atas batang dijepit dengan alat dongkrak
bibit. Kemudian bibit dicabut secara perlahan dengan cara mengungkit tangkai
dongkrak bibit (Gambar 7). Dengan menggunakan dongkrak stum dapat dicabut 600
pokok bibit per hari kerja.
Seleksi stum okulasi mata tidur.
Setelah dicabut,
akar lateral dirempel sehingga panjangnya 5-10 cm. Akar tunggang disisakan 35
cm. Bibit dipotong pada ketinggian 5-7 cm diatas pertautan okulasi dengan arah
potongan miring kebelakang tempelan okulasi. Selanjutnya bekas potongan diolesi
dengan TB 192 atau parafin. Bibit demikian disebut dengan Stum Okulasi Mata
Tidur (Gambar 8.)
Stum yang akar tunggangnya terserang
jamur akar putih, mata okulasi rusak, akar bercabang banyak (menjari), akar
bedenggol atau bengkok (muntir) tidak dipakai sebagai bahan tanam. Bila akarnya
bercabang dua atau tiga maka satu atau dua akar yang terkecil dipotong dan
lukanya diolesi dengan TB 192, sehingga dapat dipakai sebagai bahan tanam.
Bibit stum okulasi mata tidur
selanjutnya dapat dianjurkan sebagai bahan tanam setelah terlebih dahulu
ditumbuhkan didalam polibeg sampai mencapai stadia satu atau dua payung daun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar