Selasa, 01 Mei 2012

TEHNIK PENGADAAN BAHAN TANAM KARET


re-post by : Herry A Situmorang

TEHNIK PENGADAAN BAHAN TANAM KARET
Aidi Daslin dan Nurhawaty Siagian
Balai Penelitian Sungei Putih
Pusat Penelitian Karet

              Tanaman karet diperbanyak dengan cara okulasi. Penggunaan bibit semaian sebagai bahan tanam di lapangan tidak dianjurkan karena produksi rendah, keragaman tinggi dan masa tanaman belum menghasilkan lebih lama. Didalam teknik okulasi, mata okulasi yang diperoleh dari kebun kayu okulasi ditempelkan ke tanaman sejenis yang dipelihara di pembibitan batang bawah. Untuk mendapatkan bahan tanam karet yang bermutu baik, pembangunan dan pemeliharaan bibit batang bawah dan kebun kayu okulasi harus mengikuti norma dan anjuran. Sebelum dilakukan pengokulasian, bibit batang bawah dibangun dan dipelihara dengan baik di lahan pembibitan. Batang bawah diperbanyak dengan menggunakan benih yang berasal dari klon-klon anjuran.
Benih untuk batang bawah.
 Biji dari klon anjuran AVROS 2037, GT 1, RRIC 100 dan PB 260.
 Biji dipungut dari kebun produksi yang sudah berumur minimal 10 tahun
 Daya kecambah/kesegaran minimal 70%.
 Warna biji karet mengkilat, tidak cacat dan bernas.

Syarat lokasi bedengan perkecambahan

 Topografi rata.
 Dekat dengan jalan, sumber air dan pembibitan batang bawah serta mudah dilalui.
 Memiliki naungan (buatan ataupun alamiah).
Pembangunan bedengan perkecambahan.
 Bedengan dibuat dengan lebar 1,2 m dan panjang sesuai kebutuhan (Gambar.1a)
 Kotak bedengan dibuat dari papan yang diisi pasir (20 mesh) setebal 15 cm (Gambar 1b dan Gambar 1c).
 Letak bedengan membujur Utara-Selatan dan jarak antar bedengan 1,5 m.
Pada tempat terbuka, bedengan diberi atap buatan dari daun lalang, menghadap ke Timur (depan) dengan tinggi 1,5 m dan belakang 1 m (Gambar. 1d)
 Setiap meter bedengan dapat dikecambahkan 1000 butir.
Pendederan benih.
 Benih ditanam dalam media pasir
 Dua pertiga bagian perut biji terbenam dan sepertiga bagian punggung biji tetap muncul di permukaan.
 Biji ditanam secara berbaris, jarak antar baris 1 cm dan dalam baris 0,5 cm (pakai mal).
 Pintu lembaga menghadap ke satu arah dan selanjutnya ditutup dengan alang-alang.
 Penyiraman dilakukan pagi dan sore hari menggunakan gembor.
Syarat kecambah yang dipindah ke pembibitan.
 Kecambah dalam stadia pancing atau jarum (Gambar. 2).
 Kecambah berumur kurang dari 22 hari dari sejak semai.
 Benih yang berkecambah setelah hari ke-21 dari sejak semai tidak dipakai.
 Kecambah tidak terserang penyakit (Jamur Akar Putih)dan penyakit lainnya.
Syarat areal yang memenuhi untuk pembibitan batang bawah
 Areal rata dan dekat dengan sumber air yang cukup.
 Dekat dengan kantor dan jalan besar untuk memudahkan pengamatan.
 Tanah berstruktur dan tekstur yang baik dan cukup gembur.
 Bebas dari serangan hewan.

Penyiapan lahan pembibitan.

 Satu sampai dua bulan sebelum pendederan benih, persiapan lahan untuk pembibitan harus sudah dimulai.
 Penyiapan lahan dilakukan secara intensif dengan menggunakan alat-alat mekanik.
 Pohon ditumbang dan dibongkar secara bersih.
 Pengolahan tanah 2 kali ripping, 2 kali meluku dan satu kali menggaru.
 Ripping I dan II menggunakan traktor rantai D-6 (yang sejenis), kedalaman pengolahan 50 cm.
 Ripping II dilakukan menyilang tegak lurus dari ripping I.
 Luku I dan II pakai traktor ban dengan kedalaman pengolahan 30 cm.
 Setiap selang pengolahan waktunya adalah 2-3 minggu.
 Menggaru pakai traktor ban.
 Pada setiap selang pengolahan dilakukan ayap akar.
 Kayu-kayu/akar ditumpuk di luar areal pembibitan.
 Setelah luku II ditebar belerang 250 kg/ha (untuk mencegah JAP) dan pupuk dasar pospat alam 750 kg/ha.


Pembuatan bedengan pembibitan dan pemancangan.
 Tujuan pembuatan bedengan adalah untuk mempermudah pengawasan, transportasi bahan dan alat, pelaksanaan pekerjaan dan untuk menghindari tercampurnya klon saat okulasi.
Panjang bedengan 48 m, lebar 2,5 m, menghadap Utara-Selatan. Jarak antar bedengan 70 cm.
 Pada tiap bedengan ada sebanyak 8 baris bibit dengan jarak tanam (25 cm x 25 cm) x 50 cm (double row).
 Jumlah titik tanam tiap bedengan 1636 titik.
 Ditengah-tengah areal bibitan (jika luasnya 1ha) dibuat jalan selebar 4 m yang menghadap Timur-Barat dan Utara- Selatan.
 Setiap hektar ada 60 bedengan, sehingga jumlah titik tanam adalah 92.160 per hektar.
 Lahan bibitan selesai di pancang (Gambar 3a).
Penanaman kecambah, penyiraman dan penyisipan.
 Setiap titik tanam, ditanam satu kecambah dengan cara menugal sedalam  5 cm. Diusahakan akar tidak putus.
 Kecambah diangkut ke lapangan di dalam ember berisi air.
 Penanaman dilakukan pagi hari s/d jam 10.30 wib atau sore setelah jam 15.30 wib.
 Penyiraman dilakukan pagi dan sore hari (terutama jika tidak turun hujan) pada bulan pertama sejak tanam.
 Penyisipan sesegera mungkin, dan dihentikan setelah bibit berumur 2 minggu.

Penyiangan pembibitan.
 Penyiangan pakai garuk, rotasi 2-3 minggu, tergantung pada keadaan pertumbuhan gulma.
 Penyiangan pakai herbisida tidak dibenarkan terutama pada bibit berumur muda.

Pemupukan pembibitan

 Anjuran pemupukan tanaman di pembibitan batang bawah adalah sebagai berikut :
No.
Umur
(bulan)
Dosis (gr/pohon)
Urea
(46%N)
TSP
(46% P2O5)
KCl
(60%K2O)
Kieserit
(27% MgO)
1
2
3
4
1
3
5
7
1,63
3,26
4,89
4,89
1,67
3,33
5,00
5,00
0,54
1,10
1,60
1,60
0,74
1,48
2,22
2,22
Keterangan : Bila pembibitan dipelihara pada umur
yang lebih lanjut, pemupukan pakai dosis no.4 setiap dua bulan.
 Jika menggunakan pupuk majemuk N-P-K-Mg (15-15-6-4), dosis yang dipakai adalah 5; 10; 15 dan 15 g/pohon untuk umur masing-masing 1; 3; 5 dan 7 bulan .
 Pada pemupukan pertama, pupuk diberikan secara melingkar disekeliling pohon dan jangan sampai terkena pohon. Pada pemupukan selanjutnya, pupuk ditebar diantara barisan pohon (Gambar 4).
Pengendalian Penyakit di pembibitan.
 Penyakit yang sering menyerang bibit karet yaitu: Colletotrichum gloeosporioides, Oidium heveae dan Corynespora cassicola.
 Serangan penyakit gugur daun Colletotrichum dimulai pada saat terjadi pembentukan daun muda setelah musim meranggas. Daun yang sangat muda bila terserang penyakit akan melinting dan berubah warna menjadi hitam, kemudian gugur daun dan ujung tunas gundul. Bercak yang terjadi pada ujung daun atau tepi daun akan menyebabkan cacat daun (Gambar 5a,b,c). Pengendalian penyakit dilakukan dengan menggunakan Dithane M-45 konsentrasi 0,3% atau 0,2 % Daconil 75WP. Penyemprotan dilakukan pada saat pertumbuhan daun muda, sebanyak 3-4 rotasi dengan interval waktu 5 hari. Diperlukan 1,5 kg dithane M-45 atau 1 kg Daconil 75 WP per hektar per rotasi.
Serangan Oidium yang terjadi pada saat pertumbuhan daun muda dapat menyebabkan daun gugur kembali. Pertumbuhan daun muda yang bertepatan dengan musim kering panjang akan mengalami serangan Oidium yang berat. Serangan Oidium akan berulang selama terjadi pembentukan daun muda dan akan hilang dengan turunnya hujan. Pada daun yang terserang bercak-bercak putih kekuningan, disertai dengan benang-benang jamur. Pemberantasan Oidium dengan cara pendebuan menggunakan serbuk belerang murni. Pendebuan dilakukan pada awal pembentukan daun-daun baru, sebanyak 3-6 rotasi dengan interval 5-7 hari, menggunakan alat pendebu portable dosis 4-6 kg belerang/ha/rotasi.
 Gejala penyakit gugur daun Corynespora pada daun yang lebih tua adalah adanya jamur membentuk bercak coklat tua sampai hitam. Urat-urat daun tampak lebih gelap daripada sekelilingnya sehingga bercak-bercak tersebut tampak menyirip seperti ikan (Gambar 5g). Penyakit ini diberantas dengan cara penyemprotan 0,2% Dithane M-45 (1,6 kg/ha/rotasi) atau 0,1% Calixin 750 EC (1 – 1,5 kg/ha/rotasi).
Pengokulasian
Berdasarkan umur dan jenis mata okulasi yang dipakai, okulasi dibedakan menjadi 3 bagian yaitu okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat. Perbedaan ketiga jenis okulasi tersebut adalah sebagai berikut :
Teknik
Okulasi
Umur batang
Bawah
(bulan)
Umur, ukuran dan warna entres.
Jenis mata okulasi
Okulasi Dini
Okulasi Hijau
Okulasi Coklat
2 – 3
4 – 6
7 - 12
7-8 minggu, garis tengah 0,5 cm, hijau muda.
5-6 bulan, garis tengah 1–1,5 cm, hijau
8 – 12 bulan, garis tengah  2,1 cm, coklat.
Mata sisik atau mata daun yang telah dirempel tangkainya 3 minggu sebelum pakai.
Mata daun.
Mata daun
Okulasi Dini.
 Biasanya pada okulasi dini, batang bawah dipelihara didalam polibeg.
 Ukuran polibeg dalam keadaan terlipat 15 cm x 37 cm.
 Polibeg dilobangi sebelum diisi tanah.
 Polibeg diisi tanah bagian atas (top soil).
 Sebanyak 50 g Rock phosphat per polibeg dicampur dengan tanah sebelum diisi.
 Lokasi bibitan dekat dengan sumber air yang cukup, datar dan dekat dengan jalan/kantor.
 Polibeg disusun dengan terlebih dahulu membuat parit lobang sedalam 15 cm. Di parit/lobang ini, polibeg disusun double row. Jarak antara dua double row berurutan adalah 60 cm.
 Satu kecambah yang telah disemaikan sebelumnya (stadia pancing atau jarum) ditanam pada setiap polibeg.
 Penyiraman dilakukan setiap hari terutama jika tidak turun hujan.
 Pemupukan menggunakan pupuk majemuk N-P-K-Mg 15-15-6-4 dengan dosis 7,5 g; 10 g dan 15 g/phn pada umur masing-masing 1, 2 dan 3 bulan.
 Pengendalian penyakit daun sama dengan pengendalian penyakit daun di pembibitan lapangan.
 Pada saat pengokulasian, mata entres yang digunakan adalah mata sisik yang diambil dari entres muda (berumur 7-8 minggu). Mata daun dapat dipakai, tetapi 3 minggu sebelum dipakai, tangkai daun dirempel dulu.
 Umur batang bawah pada saat okulasi 2 – 3 bulan ditandai dengan 2 payung daun hijau.
 Pisau okulasi yang dipakai ialah pisau okulasi yang ukurannya lebih kecil dari pisau okulasi yang lazim digunakan untuk okulasi hijau/coklat.
Pada batang bawah yang dilap terlebih dahulu, dibuat jendela okulasi selebar 0,3 s/d 0,4 bagian keliling batang atau kira-kira 4 mm. Panjang jendela  4 cm.
 Entres dipotong dibawah kumpulan mata sisik. Entres diambil dari kebun entres yang dipersiapkan terlebih dahulu.
 Mata entres dipilih yang tidak cacat, lalu dibuat torehan dengan lebar yang sesuai dengan jendela yang telah dibuka.
 Pada saat penempelan perisai, jendela dibuka dari atas sepanjang 4 cm dipotong bagian bawah. Disisakan untuk parit perisai. Perisai ditempatkan pada jendela yang telah dibuka. Pembalutan dengan pita plastik dimulai dari bawah ke atas secara ketat.
 Pembalut dibuka 21 hari setelah pengokulasian. Jika perisai tetap hijau, berarti okulasi berhasil. Pemeriksaan diulangi satu minggu kemudian untuk mengetahui hasil okulasi yang pasti.
 Tujuh hari setelah pemeriksaan terakhir okulasi jadi, bibit dipotong pada ruas pertama.
 Untuk mempercepat tumbuhnya mata okulasi, wiwil terhadap tunas liar yang tumbuh dari batang bawah segera dilakukan, dengan rotasi setiap minggu.
Mata okulasi yang tumbuh dipelihara terus di polibeg sampai stadia 1 – 2 payung daun. Tanaman ini siap dipindah ke lapangan sebagai bahan tanam.
 Bibit yang okulasinya tidak jadi disusun lagi dan dapat diokulasi hijau pada umur selanjutnya.
Okulasi hijau/coklat.
Dalam pelaksanaan okulasi terdapat enam tahap utama yaitu : kesiapan batang bawah, pembuatan jendela okulasi, penyiapan perisai mata okulasi, penempelan perisai okulasi, pembalutan dan pemeriksaan hasil okulasi. Pada umumnya, untuk okulasi hijau dan coklat, batang bawah dipersiapkan melalui pembibitan lapangan. Tahapan okulasi untuk okulasi hijau dan okulasi coklat adalah sama , yang berbeda hanyalah umur batang bawah dan entres yang digunakan.
Kriteria matang okulasi batang bawah
 Untuk okulasi coklat, batang bawah siap diokulasi bila lilit batang sudah mencapai 5 – 7 cm, diukur pada ketinggian 5 cm dari permukaan tanah. Tunas ujung dalam keadaan tidur/dorman atau pada stadia daun tua.
 Untuk okulasi hijau, batang bawah siap diokulasi bila lilit batang sudah mencapai 3 – 4,5 cm, diukur pada ketinggian 5 cm dari permukaan tanah.
Pembuatan jendela okulasi.
 Batang bawah dibersihkan dari kotoran/tanah dengan menggunakan kain bersih(Gambar 6a)
 Batang bawah yang sudah bersih diiris vertikal 5-7 cm dari permukaan tanah, lebar 1/3 dari lilit batang .
 Dibuat potongan melintang diatas irisan vertikal dan dibukakan sedikit ujungnya (Gambar 6b).

Pembuatan perisai mata okulasi

 Mata tunas yang akan diokulasi diambil dari entres klon unggul(Gambar 6e dan 6f) Klon unggul anjuran antara lain adalah PB 260, RRIC 100, PB 330, BPM 109,IRR39 dll.
 Mata tunas diambil dengan pembuatan perisai mata okulasi.
 Mata tunas yang diambil adalah mata yang berada di bekas ketiak daun (mata daun).
 Perisai mata okulasi dibuat dengan mengiris kayu entres, ukuran lebar 1 cm dan panjang 5-7 cm (Gambar 6c). Setelah diiris, pada bagian dalam kulit ada titik putih yang menonjol, berarti mata ikut terambil.
Penempelan perisai mata okulasi.
 Setelah perisai mata okulasi diambil, segera jendela okulasi dibuka dan perisai mata okulasi dimasukkan kedalam jendela.
 Jendela okulasi ditekan perlahan dan bagian ujung perisai yang dipegang dipotong dan dibuang. Diusahakan agar perisai mata okulasi tidak bergerak-gerak agar mata okulasi tidak rusak.
 Jendela okulasi kemudian ditutup dan siap untuk dibalut.
Pembalutan perisai mata okulasi.
 Bahan untuk pembalut adalah pita plastik transparan.
 Pembalutan dimulai dari bawah dan disimpulkan diatas. Balutan sedemikian rupa sehingga kuat dan terhindar dari masuk air hujan (Gambar 6d)
Pemeriksaan hasil okulasi.
 Buka perban dilakukan setelah 3 minggu pengokulasian.
 Jendela okulasi dibuka dengan cara memotong lidah jendela okulasi.
 Keberhasilan okulasi dapat diketahui dengan cara membuat cukilan pada perisai mata okulasi diluar matanya. Jika cukilan itu masih berwarna hijau dan bergetah, maka okulasi dinyatakan berhasil.
 Pemeriksaan hidup defenitif dilakukan satu minggu kemudian.

Pencabutan bibit

Bibit yang telah berhasil okulasinya, kemudian dicabut, akar lateral dipotong sehingga panjangnya 5-10 cm, akar tunggang dipotong hingga panjangnya 35 cm dan batang diserong 5 – 10 cm diatas pertautan okulasi. Bibit seperti itu disebut bibit stum okulasi mata tidur (SOMT).
 Pencabutan bibit dapat dilakukan dengan menggunakan cangkul atau dengan menggunakan alat dongkrak stum.
 Jika menggunakan cangkul, satu sampai dua minggu sebelum bibit dicabut, bibit dipotong miring pada ketinggian 5 – 7 cm diatas pertautan okulasi. Bekas potongan diolesi dengan TB 192 atau parafin. Pada jarak 10 cm disisi pokok dibuat lobang pakai cangkul. Sisi lobang ke arah akar hampir menyentuh akar tunggang pada kedalaman 50-60 cm. Kemudian stum dengan akar terpotong dicabut. Dengan menggunakan cangkul dapat dicabut 100-125 pokok bibit per hari kerja.
 Jika menggunakan alat dongkrak stum, 2 s/d 3 minggu sebelum bibit dicabut, bibit dipotong pada ketinggian 50-75 cm diatas pertautan okulasi. Bagian atas batang dijepit dengan alat dongkrak bibit. Kemudian bibit dicabut secara perlahan dengan cara mengungkit tangkai dongkrak bibit (Gambar 7). Dengan menggunakan dongkrak stum dapat dicabut 600 pokok bibit per hari kerja.
Seleksi stum okulasi mata tidur.
 Setelah dicabut, akar lateral dirempel sehingga panjangnya 5-10 cm. Akar tunggang disisakan 35 cm. Bibit dipotong pada ketinggian 5-7 cm diatas pertautan okulasi dengan arah potongan miring kebelakang tempelan okulasi. Selanjutnya bekas potongan diolesi dengan TB 192 atau parafin. Bibit demikian disebut dengan Stum Okulasi Mata Tidur (Gambar 8.)
 Stum yang akar tunggangnya terserang jamur akar putih, mata okulasi rusak, akar bercabang banyak (menjari), akar bedenggol atau bengkok (muntir) tidak dipakai sebagai bahan tanam. Bila akarnya bercabang dua atau tiga maka satu atau dua akar yang terkecil dipotong dan lukanya diolesi dengan TB 192, sehingga dapat dipakai sebagai bahan tanam.
 Bibit stum okulasi mata tidur selanjutnya dapat dianjurkan sebagai bahan tanam setelah terlebih dahulu ditumbuhkan didalam polibeg sampai mencapai stadia satu atau dua payung daun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar